Wednesday, March 25, 2009

Dauroh (3-5 April): Keilmuwan Sebelum Berdakwah di IQ

Dauroh (3-5 April): Keilmuwan Sebelum Berdakwah di IQ

Assalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh...

Anda semua dijemput menghadiri daurah 'Keilmuwan Sebelum Berda'wah'

Pendahuluan: Islam amat menitik-beratkan aspek keilmuwan sebelum berda'wah. Tidak sedikit para pendakwah yang terbabas saat berda'wah, disebabkan ceteknya pengetahuan asas keislaman yang wajib diketahui setiap individu muslim apatah lagi pendakwah. Ramai yang menyangka da'wah itu dimulakan dengan dan semata-mata mengajak manusia berakhlak baik dan membanteras gejala sosial, ada yang mengajak ummah ini agar peduli kepada isu Palestin, ada yang berjuang ke arah tertegaknya kembali Khilafah Islamiyyah, namun apakah itu da'wah yang telah dipercontohkan Nabi SAW? Ya, kita akui, semua itu adalah salah satu elemen tarbiyyah dan matlamat dalam da'wah, namun bukan itu prioriti, penumpuan dan permulaan da'wah yang telah dipercontohkan (bukan sahaja) Nabi kita Muhammad SAW, malah semua yang terdapat dalam rantaian Rasul yang telah diutuskan Allah SWT. Adapun da'wah para Rasul dimulakan dengan elemen tashfiyyah; yakni memurnikan aqidah keyakinan objek dakwah mereka. Jika kita teliti kembali Sirah al-Nabawiyyah, tidakkah pada zaman jahiliyyah telah sedia berlaku kerosakan sistem sosial dan akhlak yang begitu parah di tanah arab? Zina, pembunuhan anak, arak, pergaduhan puak-puak, syirik, dan lemahnya bangsa Arab dihimpit gergasi dunia; sehingga mereka tunduk, takut dan sujud kepada empayar Rom dan Parsi saat itu. Namun, Nabi Muhammad SAW tetap sahaja tidak memulakan da'wahnya dengan mengajak insan supaya berakhlak baik, peduli kepada nasib bangsa Arab yang lemah saat itu, menceritakan kerosakan bangsanya, tetapi, apa yang dimulakan Nabi SAW adalah da'wah tawheed! Para ulama' Islam pula bila berbicara tentang keilmuwan dalam Islam, yang mereka maksudkan adalah ilmu Syar'ie, tanpa menafikan cabang-cabang keilmuwan yang lain. Namun sayang sekali, keilmuwan inilah yang banyak diabaikan oleh para pendakwah. Tak ramai yang menjelaskan konsep tawheed uluhiyyah serta asma' wa sifat sebagaimana yang difahami oleh para sahabat -generasi yang ditarbiyyah langsung oleh baginda Nabi SAW- dan salaf al-soleh. Maka dauroh ini dirangka bagi memberi masukan kepada para peserta akan ilmu-ilmu asas yang wajib diketahui oleh setiap individu muslim dan sebagai subjek bahan da'wah yang wajib disampaikan para pendakwah.


Berikut merupakan butir-butir tentang program;


Tema: " Keilmuwan Sebelum Berda'wah "

Tarikh: 3-5 April 2009/ 7-9 Rabi' al-Akhir

Lokasi: Institut al-Qayyim (IQ), Mengkuang, Bukit Mertajam, Penang

Penyertaan: Terbuka kepada pelajar lelaki dan perempuan IPTA/S dan mereka yang berumur <30 tahun sahaja

Pengisian:

1)Syarah Aqidah Shahihah [Ustadz Wan Nordin; Shahadah Kepujian (Univ. Islam Madinah) dalam bidang Bahasa Arab dan Tamadun Islam]

2)Konsep al-'Ubudiyyah & Syarat Penerimaan Amal [Ustadz Wan Nordin]

3)Manhaj Salaf al-Soleh; Dalam Berinteraksi dengan Dalil, Khilaf, dan Berda'wah [Ustadz Hisyam b. Mohd Radzi; B.A (Univ. Islam Madinah, M.A (USM) dalam bidang Pengajian Hadits]

4)Da'wah Salafiyyah; Based on the Methodology of Tashfiyyah & Tarbiyyah [Syaikh Abu Marwan al-Urduni (nama sebenar: Muhammad Sa'id bin Abu al-Rubi); sedang menyiapkan PhD (USM) dalam bidang Comp. Sc. dan pernah bertalaqqi menuntut ilmu dan mendampingi para ulama' besar di Arab Saudi]

Yuran Penyertaan: RM 20 (Pelajar ada masalah kewangan namun bersemangat tinggi, boleh memohon bantuan penganjur, insha Allah)

Anjuran: GMT, USM (Induk, Penang)



Tarikh akhir pendaftaran adalah 1 April 2009 ini, untuk pertanyaan dan pendaftaran SMSkan nama beserta IPT anda kepada Abu Nashiruddin a.k.a Ibn Mustofa 019-5144029, dan Ummu Sofiyyah 013-9604922. Penginapan adalah di IQ. Sila sebarkan mesej ini.

P/S: Bagi yang menaiki bas ataupun keretapi, anda diminta membeli tiket samada ke Butterworth (bagi bas dan keretapi), ataupun Kulim (bas).


_________________
Official Blog, http://purify-educate.blogspot.com

Tuesday, March 17, 2009

Termasuk Syirik: Memakai Gelang, Benang Dan Sejenisnya Sebagai Pengusir Atau Penangkal Mara Bahaya

Kitab Tauhid
-Termasuk Syirik: Memakai Gelang, Benang Dan Sejenisnya Sebagai Pengusir Atau Penangkal Mara Bahaya-
Syaikh Muhammad At-Tamimi



Firman Allah

" Katakanlah, 'Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?' Katakanlah, 'Cukuplah Allah bagiku'. Kepada-Nya lah bertawakkal orang-orang yang berserah diri." (Az-Zumar: 38) 8.1

'Imran bin Hushain menuturkan bahwa Nabi melihat seorang laki-laki terdapat di tangannya gelang kuningan, maka beliau bertanya,

"Apakah ini?" Orang itu menjawab, "Penangkal sakit." Nabi pun bersabda, "Lepaskan itu, karena dia hanya menambah kelemahan pada dirimu; sebab jika kamu mati sedang gelang itu masih ada pada tubuhmu, kamu tidak akan beruntung selama-lamanya." (Hadits riwayat Imam Ahmad dengan sanad yang bisa diterima)

Dalam riwayat Imam Ahmad pula dari 'Uqbah bin 'Amir dalam hadits marfu',

"Barangsiapa menggantungkan tamimah 8.2, semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya; dan barangsiapa yang menggantungkan wada'ah 8.3, semoga Allah tidak memberikan ketenangan pada dirinya." Disebutkan dalam riwayat lain, "Barangsiapa menggantungkan tamimah, maka dia telah berbuat syirik."

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Hufaidzah, bahwa ia melihat seorang laki-laki di tangannya ada benang untuk mengobati sakit panas, maka dia putuskan benang itu seraya membaca firman Allah,

"Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain). " (Yusuf: 106)

8.1 Kandungan Bab Ini
Dilarang keras memakai gelang, benang dan sejenisnya untuk maksud-maksud seperti tersebut di atas
Dinyatakan bahwa sahabat tadi apabila mati, sedangkan gelang (atau sejenisnya) itu masih melekat pada tubuhnya, dia tidak akan beruntung. Ini menunjukkan kebenaran pernyataan para sahabat bahwa "Syirik ashghar lebih berat daripada perbuatan dosa besar."
Syirik tidak dapat dimaafkan dengan alasan karena tidak mengerti
Gelang, benang dan sejenisnya tidak berguna untuk menolak atau mengusir suatu penyakit, bahkan berbahaya; karena Nabi bersabda, "... karena dia hanya akan menambah kelemahan pada dirimu."

Mengingkari dengan keras terhadap orang yang melakukan perbuatan seperti itu
Dijelaskan bahwa orang yang menggantungkan sesuatu barang untuk maksud-maksud seperti di atas, Allah akan menjadikan dirinya menghandalkan barang itu
Dinyatakan bahwa orang yang menggantungkan tamimah telah melakukan perbuatan syirik
Mengikatkan benang pada tubuh untuk mengobati sakit panas termasuk syirik
Pembacaan ayat tersebut yang dilakukan oleh Hudzaifah, menunjukkan bahwa para sahabat menggunakan ayat-ayat yang berkenaan dengan syirik akbar sebagai dalil untuk syirik ashghar, sebagaimana tafsiran yang disebutkan Ibnu 'Abbas dalam salah satu ayat dari surat Al-Baqarah.
Menggantungkan wada'ah sebagai penangkal atas pengusir 'ain termasuk pula syirik
Orang yang menggantungkan tamimah didoakan semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya; dan orang yang menggantungkan wada'ah didoakan semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya.

--------------------------------------------------------------------------------

8.1Dimulai dengan bab ini, penulis hendak menerangkan lebih lanjut pengertian "Tauhid" dan Syahadat "La ilaha illallah" dengan menyebutkan hal-hal yang bertentangan dengannya, yaitu syirik dan macam-macamnya, baik akbar maupun ashghar, karena dengan mengenal syirik sebagai lawan tauhid akan jelas sekali pengertian yang sebenarnya dari "Tauhid" dan Syahadat "La ilaha illallah".

8.2 Tamimah , sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak sebgai penangkal atau pengusir penyakit, pengaruh jahat yang disebabkan rasa dengki seseorang dan lain lagi sebagainya.

8.3 Wa'adah sesuatu yang diambil dari laut, menyerupai rumah kerang; menurut anggapan orang-orang jahiliyah dapat digunakan sebagai penangkal penyakit. Termasuk dalam pengertian ini adalah jimat.

Sumber: http://blog.vbaitullah.or.id

Tuesday, March 10, 2009

Mengapa Frontal Lobe?

Mengapa Frontal Lobe?


Frontal lobe atau otak depan, mengapa saya betul2 menekankan bahagian otak ini? Malah saya menganggap ianya adalah "pemandu" kita ke syurga. Frontal lobe seperti CPU pada komputer, seperti CEO sesuatu syarikat jadi jika rosak CPU atau lemah CEO bukankah keputusan dan tindakan2 yg diambil tidak betul dan tidak bijak. Jika kita punyai frontal lobe yg kuat dan boleh mengawalnya, kita akan lebih kenal diri kita sendiri, boleh mengawal diri untuk mengambil tindakan2 tertentu dan boleh mencorak masa depan yg lebih hebat.


Frontal lobe kurniaan Allah yg membezakan kita dengan haiwan, tempat terletaknya apa yg kita panggil akal. Semua bahagian lain pada manusia terdapat pada haiwan tetapi tiada yg amat ketara selain dari frontal lobe. Dari jumlah keseluruhan otak manusia, 30-40% adalah frontal lobe, tiada langsung pada reptilia dan jika ada pun pada haiwan yg lain, peratusnya kecil berbanding dgn manusia. Pada kucing hanya 3.5%, pada anjing 7%, pada keluarga monyet pula peratusnya dari 11 hingga 17%. Jadi jika manusia makin hari makin lemah frontal lobenya, bukankah manusia tersebut akan menyerupai haiwan atau lebih buruk dari itu? Haruan makan anak?

Saya menekankan yg solat merawat frontal lobe, mungkin ada yg berkata, aku tak sembahyang pun aku ok je, takde macam haiwan pun, aha.. jangan terpedaya, periksa diri ketika anda marah, ketika anda ditimpa musibah, ketika bersedih, ketika mendapat peluang2 untuk membolot kekayaan, ketika anda bernafsu. Ingatkan kembali adakah tindakan2 yg anda ambil pada ketika itu mengikut akal atau mengikut rasa/nafsu atau memori? Sebab itu ada beza bg yg solat dan tidak, dan amat berbeza lagi mereka yg khusyuk dan tidak.

Melalui kajian, ahli saintis mengira, pada setiap saat, otak kita memproses 400 billion bit maklumat jika dilihat dari perspektif komputer, tetapi apa yg kita sedar hanyalah 2 ribu bit sahaja, iaitu hanya 0.0000005% sahaja dari proses keseluruhan. Jadi perhatian kita pada sesuatu itu pada masa2 tertentu amatlah sedikit, frontal lobe lah yg membolehkan kita mengawal kesedaran kita yg sedikit itu untuk menfokus pada sesuatu perkara.

Menurut Dr Joe Dispenza didlm bukunya Evolve Your Brain, beliau memilih "intent" atau niat sebagai fungsi utama frontal lobe. Mengawal apa niat kita untuk sesuatu agenda yg kita lakukan, bukahkah didlm Islam semua tindakan kita bergantung paa niat. Berdasarkan niat2 tertentu ini kita akan mengambil tindakan2 yg tertentu, mengawal tingkah laku, merancang masa depan untuk mendapatkanya dan juga keinginan yg kuat dan berkekalan. Jika niat bersedekah mahukan keredhaan Allah kita akan membuatnya secara sulit, jika niat untuk membanggakan diri, manusia akan memanggil akhbar dan sebagainya. Semua tindakan kita secara keseluruhan pula bergantung pada apa niat kita hidup didunia ini, jika kita faham apa yg dibaca dalam doa iftitah "Innasolati wanusuki wamahyaya wamamati lillahirabbil alamin" maka kita akan mengambil jalan yg benar dan adil buat diri kita dan juga manusia yg lain, jika hidup ini untuk mengumpul harta, untuk kuasa, untuk nafsu maka tindakan begitu juga akan dipilih oleh frontal lobe.

Frontal lobe tempat untuk pemikiran yg kritikal dan juga mencipta idea2 baru, sama seperti tugas CEO syarikat, frontal lobe akan mengambil semua maklumat2 yg tersimpan dari bahagian otak yg lain, memerhatikan apa yg dilakukan oleh bahagian otak yg lain dan juga mengarahkan bahagian2 tersebut untuk melakukan apa yg perlu. Melalui "database" yg tersimpan dibahagian otak yg lain, ianya menjadi bahan mentah untuk memberi manusia cita2, keinginan dan inspirasi untuk mendapatkan sesuatu. Frontal lobe akan menimbang semua kemungkinan dan situasi, menganalisa keadaan semasa dan menjangkakan apa yg akan terjadi dari pilihan2 yg dibuat baik dari segi kesan kepada diri sendiri, masyarakat dan juga alam persekitaran. Selepas analisa yg mendalam ini barulah frontal lobe akan mengarah bahagian otak yg lain menjalankan apa yg diingini.

Frontal lobe juga membolehkan manusia belajar dari pengalaman dan memilih tindakan yg lebih bijak dimasa hadapan. Frontal lobe membolehkan manusia mempunyai cita2 yg hebat, mencuba sesuatu yg baru dan mendapatkan hidup yg lebih hebat dan tanpa batasan. Siapa diri kita, apa yg kita mahu sekarang dan masa depan dan kehidupan bagaimana yg kita hajati semuanya bergantung bagaimana kita menggunakan frontal lobe kita. Frontal lobe juga sebagai "alat" kita mencipta realiti kehidupan ini.

Frontal lobe membolehkan kita kekal fokus pada cita2 tertentu, berapa ramai manusia yg tetapkan banyak azam pada setiap tahun baru dan berapa byk yg tercapai semuanya bergantung kepada frontal lobe. Tindakan2 manusia samada ikut akal atau ikut rasa ditentukan samada kuatnya frontal lobe atau tidak. Frontal lobe yg lemah, tindakan lebih kepada ikut memori terutama dari apa yg dilihat, didengar atau dialami walaupun ianya sesuatu yg salah.

Berikut adalah sifat2 yang ada pada manusia yg hebat frontal lobenya.

Boleh menumpukan perhatian pada sesuatu dalam jangkamasa yg lama
Berupaya menimbang semua kemungkian sebelum bertindak.
Boleh membuat keputusan dgn tepat dan cepat, tidak teragak2.
Jelas dalam semua perkara.
Ceria
Mahir dalam apa yg dipelajari.
Mudah menyesuaikan diri dgn perubahan.
Mampu belajar dari kesilapan dan tidak mengulanginya.
Sentiasa memikir peluang2 lain sebelum bertindak.
Punyai keyakinan diri yang tinggi.
Mampu bertindak mencapai keinginan atau cita2.
Seorang yg tinggi disiplinnya.
Mampu membina peluang yg lebih hebat berdasarkan pengalaman.
Tidak mudah terpengaruh dgn pengaruh2 luaran.
Boleh menumpukan perhatian hingga lupa pada persekitaran dan masa.
Minda yg tetap dan tidak melayang-layang.
Lebih proaktif dari reaktif.
Berpendirian tinggi.
Tidak pentingkan diri sendiri, lebih bersimpati.
Punyai impian, tujuan yg jelas dan hebat hingga tidak mampu digoyah keadaan luaran dan juga dari badan.

Banyak lagi sifat2 yg boleh di catatkan tetapi yg paling menarik adalah sifat yg akhir sekali, ingat bagaimana sahabat nabi yg diminta agar ditarik panah dikakinya hanya ketika beliau solat dan juga mereka yg tetap imannya ketika disiksa pihak Quraish. Bayangkan betapa hebat dan kuatnya frontal lobe mereka. Kita sekarang, nyamuk hinggap sahaja dah boleh rasa dan melayang fikiran dari solat.

Berikut pula sifat2 mereka yg lemah atau mati frontal lobenya.
Tidak terurus dan malas.
Tiada inspirasi, motivasi dan inisiatif untuk membetulkan sesuatu keadaan.
Suka pada benda yg sama, yang rutin dan boleh diagak.
Tidak keinginan untuk belajar.
Tidak boleh menumpukan perhatian.
Tidak boleh merancang untuk masa depan, tiada visi.
Cakap tak serupa bikin.
Tidak boleh menghabiskan apa yg dimulakan.
Reaktif.
Keras kepala dan tidak sukakan perubahan.
Selalu risau dan fikiran melayang2 memikirkan keburukan.
Tidak boleh mendengar dgn baik.
Bertindak melulu ikut rasa dan nafsu.
Selalu beremosi/moody, tidak ceria.
Pelupa.
Tidak boleh melihat/memikir kebarangkalian2 atau peluang2 lain.
Selalunya menjadi pengikut, tidak berpendirian.

Dari senarai2 tersebut sama2lah kita menyiasat diri kita sekuat mana frontal lobe kita ini, frontal lobe yg lemah membuatkan kita lebih mengambil keputusan ikut rasa dan ikut memori. Antara aktiviti yg melemahkan frontal lobe adalah menonton TV atau filem yg tidak membuatkan kita berfikir. Menurut Dr Daniel Amen melalui bukunya Change Your Brain, Change Your Life, TV dan video games adalah penyebab utama penyakit ADD (Attention Deficit Disorder) penyakit frontal lobe. Sebab itu jika dulu buang emak, buang saudara kerana kasih saya turutkan, sekarang buang emak, buang saudara, buang agama kerana kasih saya turutkan. Jika dulu tiada anak melayu yg hebat ber"lakon" aksi2 lucah, sekarang sudah banyak tersebar didlm internet. Semuanya kerana TV dan filem2 "sampah" yg di sumbat untuk melalaikan manusia dan hanya mengikut apa yg diperintah, tidak pernah terfikir mengapa TV amat dikawal? Kerana TV adalah alat hipnosis/pemukau manusia yg hebat, melalui TV juga manusia terpengaruh membeli sampah2 walaupun ianya tidak perlu untuk kehidupan.

Mengambil bahan2 toksid seperti dadah dan alkohol juga merosak frontal lobe, jangan terkejut bahawa merokok juga merosakkan bahagian tersebut. Rosaknya frontal lobe menyebabkan ketagihan terhadap benda2 tersebut tidak boleh dikawal oleh minda, tindakan ikut sedap rasa, bukan ikut akal. Tidak perlu ubat2an untuk berhenti merokok sebenarnya, cuma perlu kejutkan frontal lobe yg sudah lama terlena.

Bersolatlah dan berusaha untuk mencapai kekusyukan, amat beruntunglah mereka yg sudah mencapainya. Teramat benarlah bilal yg melaungkan azan mengajak manusia sembahyang dan menuju kejayaan, kejayaan dunia dan kejayaan akhirat. Negara boleh maju dari segi ekonomi dan teknologi, tetapi jika kejayaan akhirat dilupakan rosaklah akhlak manusia itu sendiri, jika tidak masakan Switzerland yg dianggap antara negara yg termaju didunia punyai adar bunuh diri yg tinggi?

Bersolatlah dan sujud menghampirkan diri kepada Allah (Surah Al Alaq 96:16) ketika darah memenuhi frontal lobe. Frontal lobe, pemandu manusia ke syurga.



Labels: Minda, Solat
http://syurgadidunia.blogspot.com/

Monday, March 9, 2009

Kriteria Asas Halal Haram Makanan

Kriteria Asas Halal Haram Makanan

http://fiqh-sunnah.blogspot.com/
Pengertian Makanan

Al-ath’imah adalah bentuk jama’ dan kata tha’aam, maknanya adalah sesuatu yang dimakan dan dicerna, sama ada ia berupa makanan asas atau yang selainnya.

Secara dasarnya semua makanan adalah halal, melainkan yang telah dijelaskan melalui nash/dalil bahawa makanan tersebut haram. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Wahai sekalian manusia, makanlah dari apa yang ada di bumi makanan yang halal lagi baik...” (Surah al-Baqarah, 2: 168)

Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Katakanlah, “Tidaklah aku temukan dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, melainkan sekiranya makanan itu adalah bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi (kerana sesungguhnya semua itu kotor) atau binatang yang disembelih untuk selain Allah...”’ (Surah al-An’aam, 6: 145)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Mengapa kamu tidak mahu memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut Nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan ke atasmu, melainkan apa yang kamu terpaksa memakannya...”(Surah al-An’aam, 6: 119)

Dengan ini, ia bermaksud:

1 – Makanan yang telah dijelaskan di dalam nash akan kehalalannya, maka ianya adalah halal.

2 – Makanan yang sama sekali tidak disentuh secara langsung oleh nash/dalil, maka ianya juga adalah halal.

3 – Makanan yang telah dijelaskan oleh nash bahawa ianya haram, maka ianya adalah haram.

Secara umumnya, semua makanan adalah halal, melainkan ada nash/dalil yang mengharamkannya.

“Katakanlah, “Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan oleh Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sehagiannya) halal.” Katakanlah, “Adakah Allah telah memberikan izin kepadamu (dalam persoalan mengaharamkan dan menghalalkan) atau kamu hanya mengada-adakan sesuatu terhadap Allah?” (Surah Yunus, 10: 59)

Ketentuan awal di dalam pemisahan oleh syara’ di antara yang haram dan mubah (harus) dalam segala perkara, sama ada makanan, minuman atau yang selainnya adalah berdasarkan pemisahan di antara yang baik dan buruk.

Ini bermakna, segala perkara yang baik adalah halal hukumnya dan segala sesuatu yang buruk adalah haram hukumnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“... dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk...” (Surah al-A’raaf, 7: 157)

Di dalam ayat yang lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Supaya Allah memisahkan (golongan) yang buruk dan yang baik dan menjadikan (golongan) yang buruk itu sebahagiannya di atas sebahagian yang lain...” (Surah al-Anfal, 8: 37)

Dengan ini, setiap mereka yang benar-benar memahami segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah, niscaya dia akan mengetahui bahawa setiap yang diharamkan oleh Allah pasti memiliki kesan negatif terhadap badan atau akal, atau merupakan najis dan sesuatu yang dianggap buruk, atau memiliki hikmah yang lain yang sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh al-Khaliq (sang pencipta).

Berikut adalah kriteria atau bentuk-bentuk makanan yang diharamkan oleh Nash:

1. Bangkai haiwan:

Bangkai adalah semua haiwan yang mati tanpa disembelih dengan betul.

Contohnya:

1 - Al-munkhaniqah: Haiwan yang mati tercekik.

2 - Al-mauqudzah: Haiwan yang mati kerana dipukul (cth: dengan kayu, batang besi, atau seumpamanya)

3 - Al-mutaraddiyah: Haiwan yang mati kerana jatuh dari tempat yang tinggi (mati terhempas).

4 – An-nathihah: Haiwan yang mati serta ditanduk oleh yang lainnya (mati kerana bergaduh sesama sendiri atau disebabkan haiwan yang lain).

5 - Haiwan yang diterkam, iaitu haiwan yang mati kerana diserang atau dicederakan oleh binatang buas. Tetapi sekiranya haiwan yang terluka/cedera itu ditemui sebelum mati lalu sempat disembelih, maka haiwan tesebut adalah halal.

Ciri-ciri di atas telah disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam firmannya (bermaksud):

“Diharamkan ke atas kamu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging haiwan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh (terhempas), yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, melainkan yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu,) yang disembelih untuk berhala.” (Surah al-Ma’idah, 5: 3)

Termasuk di dalam kategori bangkai yang haram dimakan adalah semua bahagian haiwan yang dipotong darinya, padahal haiwan tersebut masih hidup.

Ini adalah berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam:

“Sesuatu yang dipotong dari binatang yang masih hidup adalah bangkai.” (Hadis Riwayat Abu Daud, no. 2841)

Walau pun begitu, di sana terdapat dua bangkai yang dikecualikan dari hukum di atas, iaitu bangkai ikan (hidupan air) dan belalang. Bangkai keduanya halal dimakan. Ini adalah berdasarkan hadis Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

“Dihalalkan bagi kita dua jenis bangkai dan dua jenis darah. Dan dua jenis bangkai itu adalah bangkai ikan dan belalang. Manakala dua jenis darah itu pula adalah hati dan limpa.” (Hadis Riwayat Ahmad (no.5690). Lihat: Silsilah Hadis ash-Shahihah, no. 1118, Syaikh al-Albani)

2. Darah Yang Mengalir:

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah...” (Surah al-Ma’idah, 5: 3)

Akan tetapi, adalah dimaafkan darah yang sedikit yang biasa ada pada badan haiwan sembelihan yang tidak dapat dihilangkan darinya.

Darah yang halal dimakan pula adalah:

Hati dan Limpa kerana ia tidak termasuk darah yang mengalir dan telah dijelaskan melalui hadis berikut:

“Dihalalkan bagi kita dua jenis bangkai dan dua jenis darah. Dan dua jenis bangkai itu adalah bangkai ikan dan belalang. Manakala dua jenis darah itu pula adalah hati dan limpa.” (Hadis Riwayat Ahmad (no.5690). Lihat: Silsilah Hadis ash-Shahihah, no. 1118, Syaikh al-Albani)

3. Babi

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Diharamkan bagimu (memakan) ban gkai, darah, daging babi...” (Surah al-Ma’idah, 5: 3)

Para ulama telah bersepakat bahawa setiap bahagian dari babi adalah haram. Dan tujuan disebutkan (di dalam al-Qur’an) kata daging bahawa babi adalah haiwan yang biasa disembelih dengan tujuan diambil dagingnya.” (Ahkaamul Qur’aan, karya Ibnul ‘Arabi)

Demikian pula tidak ada perbezaan pendapat di antara para ulama bahawa lemak dan kulitnya juga adalah haram.

4. Haiwan yang disembelih atas nama selain Nama Allah

Ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“.. (Daging haiwan) yang disembelih atas nama selain Nama Allah.” (Surah al-Ma’idah, 5: 3)

Oleh karena itu, haram hukumnya memakan haiwan yang disembelih oleh seorang musyrik, Majusi dan orang yang murtad. Adapun sembelihan orang Nasrani dan Yahudi (Ahlul Kitab), maka halal dimakan selama mana tidak diketahui bahawa mereka menyebut selain Nama Allah.

Ini telah dijelaskan sebagaimana di dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut:

“Dan makanan orang-orang yang diberi al-Kitab (ahlul Kitab) itu halal bagi-
mu...” (Surah al-Ma’idah, 5: 5)

lbnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Makna makanan mereka di dalam
ayat ini adalah merujuk kepada sembelihan mereka.” (Hadis Riwayat al-Bukhari)

Ibnu Katsir rahimahullah pula menjelaskan di dalam tafsirnya:

“Ibnu ‘Abbas, Abu Umamah, Mujahid, Sa’id bin Jubair, ‘Ikrimah, ‘Atha’, al-Hasan, Makhul, Ibrahim an-Nakha’i, as-Suddi, dan Muqatil bin Hayyan mengatakan bahawa yang dimaksudkan dengan Ahli Kitab ialah sembelihan mereka.”

5. Daging Keldai Yang Dipelihara

Sebagaimana dijelaskan di dalam hadis Anas radhiyallahu ‘anhu:

“...lalu seseorang berseru, “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang kamu memakan daging keldai peliharaan kerana keldai peliharaan tersebut najis”, maka panci-panci (periuk) ditumpahkan (untuk dibersihkan), kerana panci tersebut biasa mendidih dengan dagingnya.” (Hadis Riwayat al-Bukhari, no. 5528)

Maka, dengan ini juga, ia turut menjelaskan bahawa:

Keldai liar adalah halal dimakan berdasarkan ijma’ para ularna.

Dari Abu Qatadah bahawasanya beliau bersama orang-orang yang sedang ihram, sementara dia tidak. Kemudian keldai liar mendatangi mereka, maka Abu Qatadah memburunya (membunuhnya) kemudian menyembelih seekor keldai betina dan sekelompok keldai itu. Maka mereka pun memakannya... (di dalam hadis tersebut dijelaskan bahawa para Sahabat bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa Sallam, lalu Nabi berkata kepada mereka, “Adakah kamu ada membawa sebahagian darinya?” “Kami membawa kakinya”, jawab mereka. (Abu Qatadah) berkata, “Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pun mengambil dan memakannya”. (Hadis Riwayat al-Bukhari, no. 2854)

Ada pun berkenaan daging kuda, maka ianya adalah halal.

Daripada Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Pada peristiwa Khaibar kami memakan daging kuda dan keldai liar manakala Nabi melarang kami memakan keldai peliharaan.” (Hadis Riwayat al-Bukhari, no. 4219)

6. Daging haiwan dan burung yang buas

Daripada Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

“Rasulullah melarang (memakan) setiap binatang buas yang memiliki taring dan burung yang memiliki kuku tajam.” (Hadis Riwayat Muslim, no. 1934)

Dan daripada Abuz Zubair, beliau berkata, “Aku bertanya kepada Jabir tentang wang (hasil penjualan) anjing dan kucing. Maka dia berkata, “Nabi melarangnya”.” (Hadis Riwayat Muslim, no. 1569)

7. Haiwan Jallalah (haiwan yang memakan kotor-kotoran)

Jallalah adalah semua jenis haiwan yang memakan najis, tidak kira sama ada ianya unta, lembu, kambing, ayam atau yang serupa dengannya.

Daripada Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulullah melarang memakan daging jallalah serta susunya.” (Hadis Riwayat Abu Daud, no.3767. Disahihkan oleh al-Albani)

Namun, haiwan jallalah yang pada dasarnya halal, ia masih boleh dimakan dengan beberapa kaedah.

Jika haiwan jallalah dikurung selama tiga hari dan diberi makan dengan sesuatu yang baik, maka haiwan tersebut halal untuk disembelih dan dimakan.

Daripada Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu bahawasanya ia mengurung ayam yang biasa memakan sesuatu yang najis selama tiga hari.” (Hadis Riwayat Ibnu Abi Syaibah, no.4660/8847, hadis ini sahih sebagaimana dijelaskan di dalam al-Irwaa’ al-Ghalil, no. 2504, Syaikh al-Albani)

8. Semua jenis haiwan yang diperintahkan syari’at untuk dibunuh

Segala jenis haiwan yang diperintahkan syari’at untuk dibunuh maka haram dimakan dengan kesepakatan seluruh ulama, di antaranya adalah gagak, burung helang, tikus, cicak padang pasir, ular, kala jengking, dan anjing liar (anjing yang tidak liar juga haram dimakan berdasarkan faktor yang lain).

Daripada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahawasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

“Ada lima binatang berbahaya yang dianjurkan untuk dibunuh di Tanah Haram, (iaitu) tikus, kala jengking, burung helang, burung gagak, dan anjing liar.” (Hadis Riwayat al-Bukhari, no. 3314)

Daripada Sa’ad bin Abi Waqqas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

“Nabi memerintahkan untuk membunuh cicak dan menamakannya fuwaisiqa.” (Hadis Riwayat Muslim, no. 3238)

Daripada Ibnu Mas’oud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Dahulu kami pernah bersama Nabi di dalam sebuah gua dan telah turun kepada beliau surah al-Mursalaat dan kami mengambilnya dari mulut beliau yang masih basah, tiba-tiba keluar seekor ular menghampiri kami, lalu beliau berkata, “Bunuhlah ular itu...” (Hadis Riwayat al-Bukhari, no. 1830)

9. Semua jenis binatang yang dilarang syari’at untuk dibunuh

Semua jenis binatang yang dilarang syari’at untuk dibunuh, maka tidak halal untuk dimakan, di antaranya adalah semua jenis binatang yang disebutkan di dalam hadis Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu di mana dia berkata:

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melarang kami membunuh empat jenis binatang, (iaitu) semut, lebah, burung hud-hud dan burung shurad.” (Hadis Riwayat an-Nasa’i, 5/189, dan Ahmad, 6/83, dengan sanad yang sahih)

Demikian juga dengan haiwan yang disebutkan di dalam hadis ‘Abdurrahman bin ‘Utsman, beliau berkata:

“Seorang tabib menyenaraikan ubat untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan menyebutkan katak sebagai ubatnya, lalu Rasulullah melarang untuk membunuh katak.” (Hadis Riwayat Ahmad, 3/453)

10. Semua jenis haiwan khabitsaat

Haiwan Khabisaat adalah haiwan yang berbahaya seperti memiliki bisa/racun, atau bahan kimia tertentu yang memudharatkan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Wahai sekalian manusia, makanlah dari apa yang ada di bumi makanan yang halal lagi baik...” (Surah al-Baqarah, 2: 168)

“... dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk...” (Surah al-A’raaf, 7: 157)
DICATAT OLEH NAWAWI BIN SUBANDI DI KHAMIS, MAC 05, 2009

Mencintai Nabi Bukan Dengan Cara Menyambut Maulid Nabi

Mencintai Nabi Bukan Dengan Cara Menyambut Maulid Nabi

http://an-nawawi.blogspot.com/

Lembaran kalendar untuk bulan 3 (Mac) bagi tahun ini (2009 M), terlihat sebuah tandaan pada tanggal 8 bahawa jatuhnya tarikh untuk maulid Nabi. Saban tahun maulid nabi disambut pada tarikh 12 Rabbi’ul Awwal oleh masyarakat kita dari kalangan umat Islam. Ini bermakna, lebih kurang 10 hari sahaja lagi sambutan ini akan dilangsungkan oleh kalangan masyarakat di sini umumnya. Tidak hairanlah, ketika menatap forum-forum di internet dan ketika terlihat beberapa iklan di akhbar-akhbar tertentu ada sebahagiannya yang memainkan slogan-slogan “cinta Rasul”.

Sambutan ini kelihatannya seakan-akan semakin meriah dari tahun ke tahun. Kebiasaannya ia disambut dengan pelbagai pengisian dan tatacara adat mengikut perkembangan zaman. Di antaranya adalah dengan mengadakan bacaan berzanji di setiap masjid sempena beberapa hari menuju tarikh 12 Rabbi’ul Awwal (countdown), mengatur dan mengadakan upacara perarakan dari sekian tempat ke tempat-tempat tertentu dengan melaung-laungkan selawat berserta bacaan marhaban atau berzanji, juga dengan perarakan tersebut disertai mengangkat pelbagai jenis sepanduk slogan cinta Nabi, mengadakan ceramah-ceramah khas berkenaan sekitar mencintai Nabi atau seumpamanya yang berkaitan dengannya.

Selaras dengan perkembangan zaman yang semakin maju dan bercambahnya pemikiran yang global lagi terbuka, pada tahun ini acara maulidur rasul bakal disambut dengan sebuah upacara konsert yang bakal menampilkan artis-artis dari kalangan ustaz dan ustazah terkenal tanah air. Tidak terkecuali, kumpulan-kumpulan nasyid tanah air turut mengambil tempat dalam persembahan dan upacara tersebut. Katanya, upacara konsert tersebut bakal dibuka dengan alunan lagu-lagu berzanji dan selawat. Wallahu a’lam… Ini adalah sebagaimana yang sempat saya lihat beberapa hari yang lepas melalui sebuah rancangan temubual berkenaan sambutan maulid kali ini yang mana akan dimeriahkan dengan konsert “Sinar Malam MaulidurRasul” melalui salah satu saluran televisyen live dari sebuah stadium.

Hakikatnya, pada tarikh maulid nabi (birthday nabi) itu sendiri terdapat sebuah isu yang menjadi perbincangan di kalangan ulama. Iaitu tiada pendapat atau kata sepakat bagi menetap tarikh kelahiran Nabi itu sendiri. Ada yang menguatkan dengan tarikh lahir yang sebenar adalah pada 8 Rabbi’ul Awwal, ada yang menguatkannya dengan tarikh 9, dan ada yang menyatakan dengan tarikh 12 Rabbi’ul Awwal. Malah, ada yang mengambil keputusan bahawa, tidak diketahui dengan tepat akan tarikh kelahirannya kerana pada zaman tersebut belum ada lagi sistem kalendar yang sistematik berlangsung. Malah, riwayat-riwayat berkenaan dengannya juga saling diperlisihkan di kalangan ulama.

Jadi, persoalannya… bagaimana sambutan perayaan maulidur rasul ini boleh muncul dengan suburnya di kalangan masyarakat kita? Ini adalah antara yang menjadi persoalan. Sehingga ada yang menganggap amalan menyambut maulidur rasul ini merupakan amalan sunnah yang sangat-sangat dituntut di setiap tahun pada tanggal 12 Rabbi’ul Awwal. Sedangkan, tidak ada langsung riwayat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang menganjurkan diadakan perayaan ini. Malah, begitu juga ketika di era sahabat yang diredhai, ianya juga tidak pernah wujud. Sungguh aneh sekali, kerana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah pun wafat, tetapi hari lahirnya tetap menjadi sambutan saban tahun dan menjadi titik tarikh kemeriahan. Ini kelihatannya tidak ubah umpama kaum Nashrani/Kristian yang menyambut hari natal (Chrismas) di setiap tanggal 25 Disember bagi meraikan kelahiran Jesus (Isa) yang mana turut tidak pernah ada anjurannya dari Isa ‘alaihis Salam sendiri dan melaui kitab-kitab utama agama mereka (seperti Bible).

Telah tsabit dari hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud rahimahullah bahawa perayaan dalam Islam hanya ada dua, dan tidak ada lagi selainnya, di mana Nabi telah menjelaskan "Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kamu semua dengan hari yang lebih baik dari dua hari tersebut (perayaan jahiliyyah) dengan hari raya al-Adha (korban) dan Hari raya al-Fitr."

Tetapi, sambutan besar-besaran maulidur Rasul (Birthday Nabi) tetap juga disambut dengan semeriah-meriahnya sambutan perayaan saban tahun. Dengan di dalam sambutannya dilaungkan selawat-selawat memuji Nabi dengan selawat-selawat yang kebanyakannya adalah selawat “versi baru” yang tidak pernah ditemui di dalam hadis-hadis yang sahih/tsabit dari tunjuk ajar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Iaitu, mereka dari kalangan yang kebanyakannya merayakan sambutan “Birthday Nabi” ini mengambil rangkap/lafaz selawat yang telah diubah-suai selawatnya dengan sama ada menambahnya atau menguranginya. Rangkap-rangkap selawat yang pendek dijadikannya begitu panjang dan sukar untuk dilafazkan. Mereka turut meletakkan lafaz pujian kepada Nabi dengan perkataan yang ghuluw (melampau) sehingga ada yang seakan-akan menganggap nabi seperti Tuhan. Sedangkan Nabi sendiri telah melarang perbuatan seperti itu. Di mana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah mengingatkan di dalam salah satu hadisnya sebagaimana berikut:

“Janganlah kamu melampaui batas dengan mengagung-agungkan aku sebagaimana kaum Nashrani telah melakukannya terhadap Isa anak Mariam. Sesungguhnya tiadalah aku melainkan seorang hamba, maka katakanlah, “(Muhammad) Hamba dan Pesuruh Allah”.” (Hadis Riwayat al-Bukhari)

Manakala berkenaan tambahan-tambahan lafaz di dalam sebahagian selawat ke atas nabi dengan tambahan Sayyidina, maulana, habibina, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sendiri menjelaskan di ketika mana ada seorang lekaki memanggilnya dengan panggilan “Ya Sayyidina ibni Sayyidina”:

“Wahai manusia, hendaklah kamu bertaqwa dan jangan membiarkan syaitan mempermainkan engkau. Sesungguhnya engkau adalah Muhammad bin ‘Abdillah, hamba Allah dan Rasul-Nya, dan aku bersumpah kepada Allah bahawasanya aku tidak suka sesiapa mengangkat kedudukan aku melebihi apa yang telah Allah ‘Azza wa Jalla tentukan bagiku.” (Hadis Riwayat Ahmad, al-Musnad, no. 12551)

Dalam perkara ini, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah menyatakan:

Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah (imam besar Mazhab Syafi’i – pen.) pernah ditanya berkenaan kalimat selawat untuk Nabi yang dibaca dalam solat dan di luar solat, sama ada yang wajib atau pun yang sunnah/sunat:

“Adakah dalam ucapan selawat itu disyari’atkan menggunakan kata-kata Sayyid, seperti orang mengatakan “Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad” atau “’ala sayyidina khalqi” atau “‘ala sayyid waladi” atau hanya menggunakan kata-kata “Allahumma shalli ‘ala Muhammad”. Manakah yang lebih baik daripada ucapan-ucapan itu? Apakah digunakan kata-kata sayyid atau tidak menggunakannya kerana tidak tersebut dalam hadis-hadis.”

Jawab al-Hafiz Ibnu Hajar: “Benar, mengucapkan lafaz-lafaz selawat sebagaimana tersebut dalam riwayat hadis adalah yang benar. Janganlah sehingga ada orang yang mengatakan Nabi tidak menggunakan kata-kata sayyid dalam bacaan selawat hanya disebabkan sikap rendah diri (tawadhu’) sahaja sebagaimana juga tidak layak ketika orang mendengar disebut nama Nabi tidak menyahut dengan ucapan shalallahu ‘alaihi wasallam. Semua orang Islam dianjurkan untuk mengucapkan kata tersebut setiap kali mendengar sebutan nama Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Saya (Ibnu Hajar) menyatakan bahawa sekiranya benar bahawa ucapan sayyid itu ada, niscaya disebutkan dalam riwayat dari sahabat dan tabi’in. Akan tetapi, saya (Ibnu Hajar) tidak menemukan adanya riwayat seperti itu dari seorang sahabat atau tabi’in pun, padahal begitu banyak cara bacaan selawat yang diterima dari mereka. Al-Syafi’i rahimahullah sebagai seorang yang sangat memuliakan Nabi shalallhu ‘alaihi wasallam juga tidak menyebutkan kata sayyidina dalam awal pembukaan (muqaddimah) kitabnya. Padahal al-Syafi’i adalah contoh ikutan para pengikut mazhabnya. Beliau (al-Syafi’i) hanya menyebutkan “Allahumma shalli ‘ala Muhammad.” (Dinukil dari Syaikh Muhammad Nashidruddin al-Albani, Kitab Sifat Sholat Nabi, , Terbitan Media Hidayah, m/s. 215-216)

Begitulah sedikit penjelasan berkenaan dengan tambahan lafaz-lafaz selawat ke atas Nabi. Di dalam riwayat-riwayat hadis yang lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sendiri telah mengajarkan bentuk-bentuk selawat yang disyari’atkan, dan begitu jugalah para salaf (generasi terawal dari kalangan sahabat) melakukan selawat ke atas Nabi (sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi sendiri dengan tidak menokok tambahnya). Maka, tiada ruang bagi kita untuk mereka-cipta bentuk-bentuk selawat yang baru. Sekiranya di antara kita mereka-cipta bentuk-bentuk selawat yang baru dan tersendiri dengan meninggalkan lafaz-lafaz selawat yang sahih dan tsabit dari Nabi, maka, hilanglah fadhilat-fahilat selawat yang diberikan melalui hadis-hadis yang sahih. Malah, ia bukan sahaja telah lari dari tuntutan sebenar berselawat, tetapi sekaligus ia mencipta bentuk beragama (mencipta syari’at) yang baru, seakan-akan ia lebih pandai dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Malahan juga, dia turut meninggalkan jejak langkah amalan para Salafus Soleh dari kalangan sahabat-sahabat yang diredhai yang begitu kuat berpegang dengan petunjuk Nabi dan begitu mencintai beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Di mana Allah subhanahu wa Ta’ala sendiri telah menjelaskan supaya kita sentiasa mengikuti generasi terawal dalam mengambil agama sebagaimana berikut (maksudnya):

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah redha kepada mereka dan merekapun redha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka syurga-syurga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (Surah at-Taubah, 9: 100)

Pada masa ini, apa yang turut menyedihkan adalah apabila rangkap-rangkap selawat (termasuk zikir-zikir) ini bukan sahaja diubah-suai, malahan turut juga dilagukan dan dinyanyikan, sekaligus dipersembahkan di pentas-pentas konsert. Terutamanya di dalam majlis-majlis yang didakwa sebagai majlis keagamaan dan termasuklah sambutan maulidur Rasul saban waktu dan tahun. Tidak cukup dengan dilagukan, ia turut diperindahkan menurut hawa nafsu mereka dengan alunan-alunan muzik kontemporari. Bentuk-bentuk selawat yang asalnya diberikan oleh Nabi kita sebagai Ibadah, kini telah ber-evolusi menjadi bahan untuk berhibur dan mengaut keuntungan, malah bercampur-baur dengan apa yang telah diharamkan. Di manakah adab kita sebagai pengikut Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam?

Sungguh perbuatan ini telah jelas-jelas melanyak-lanyak dalil-dalil agama yang murni lagi sempurna.

“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (Surah al-A’raaf, 7: 205)

Manakala di dalam hadis, Nabi shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjelaskan:

“Akan ada dari umatku kaum yang menghalalkan zina dan sutera, khamr (minuman keras) dan alat-alat muzik....” (Hadis Riwayat al-Bukhari, no. 5590)

Dan di dalam tafsir Ibnu Katsir (tafsiran ayat 6 Surah Luqman) turut menjelaskan perkataan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu yang menyatakan bahawa nyanyi-nyanyian adalah termasuk perkataan yang tidak berguna.

Tetapi, begitulah yang telah berleluasa pada hari ini. Mereka telah pun menjadikan nyanyi-nyanyian sebagai sebahagian dari agama-agama mereka. Wallahu a’lam.

Menyentuh berkenaan amalan membaca berzanji dan marhaban di dalam masyarakat kita, adalah lebih baik supaya amalan ini dikaji dan diteliti semula dengan sebaik-baiknya. Ini adalah kerana, di dalam kitab berzanji itu sendiri mengandungi fakta-fakta yang jauh dari kebenaran, fakta-fakta yang menyimpang dari dasar aqidah yang benar, dan tidak keterlaluan jika saya katakan di sebahagian tempat dari kalangan masyarakat kita ini mereka menganggap bahawa membaca kitab berzanji ini sebagai sebahagian dari ritual beragama dan membacanya mendapat ganjaran pahala yang besar. Malah, sehingga ada di antara mereka yang menetapkan gaya lagu tertentu ketika membacanya. Tidak lain, sebenarnya perkara ini selain dari perbuatan yang membawa kepada kebatilan, ia turut mengajak kita berpaling dari menghayati al-Qur’an dan as-Sunnah.

Sekali lagi, saya menimbulkan sebuah persoalan di sini. Apakah dengan perayaan “Birthday Nabi” ini mampu merealisasikan slogan “Menyemarakkan cinta kepada Nabi”?

Setelah mana pelbagai pelanggaraan syari’at berlaku dengan tidak terkawal di dalam perayaan itu sendiri. Adakah Nabi kita mengajak kita merayakan hari perayaan sedemikian rupa? Apakah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ataukah para sahabat-sabahat beliau yang diredhai pernah mewasiatkan supaya diadakan perayaan-perayaan bentuk baru bagi membangkitkan semangat rasa cinta kepadanya?

Maka, bentuk-bentuk baru dan ritual-ritual baru dalam melahirkan rasa cinta kepada Nabi Shallallahu ‘alaihiwa Sallam sebagaimana yang berlaku melalui perayaan “Birthday Nabi” (Maulid Nabi) ini sewajarnya perlulah dikaji dan diteliti semula. Adakah ianya menepati dengan kehendak Nabi kita serta syari’at Islam itu sendiri.

Dengan serba sedikit penjelasan isu-isu di atas tadi, kita tinggalkan ia dan kembali bermuhasabah dengan melihat kembali hakikat sebenar mencintai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Pertama-tamanya, marilah kita kembali dan kita fahami bahawa perbuatan mencintai Nabi itu adalah termasuk ke dalam hakikat iman. Ini adalah sebagaimana Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa Sallam berikut,

“Tidak (sempurna) Iman seseorang kamu sehinggalah aku menjadi orang yang paling dia cintai melebihi hartanya, keluarganya, dan manusia lain seluruhnya.” (Hadis riwayat al-Bukhari)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (maksudnya):

"Katakanlah (wahai Muhammad): Jika bapa-bapa kamu, anak-anak kamu, saudara-saudara kamu, isteri-isteri (atau suami-suami) kamu, kaum keluarga kamu, harta benda yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu bimbang akan merosot dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai (jika semua itu) menjadi perkara-perkara yang kamu cintai lebih daripada ALLAH dan Rasul-NYA dan (dari) berjihad untuk agama-NYA, maka tunggulah sehingga ALLAH mendatangkan keputusan-NYA (azab seksa-NYA); kerana ALLAH tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasiq (derhaka)." (Surah at-Taubah, 9: 24)

Mencintai dan mencontohi Nabi termasuk ke dalam tuntutan beragama (mencintai Allah) berdasarkan firman Allah berikut (maksudnya):

“Katakanlah (wahai Muhammad): "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Surah Ali Imran, 3: 31)

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (iaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (surah al-Ahzaab, 33: 21)

Dengan menghayati maksud ayat-ayat di atas, adakah kita telah mengikuti contoh sebagaimana yang dikehendaki bagi merealisasikan fokus mencintai Allah dan Nabinya? Adakah kita telah benar-benar mengikuti dan mencontohi Nabi dalam beragama? Adakah apa yang telah kita lakukan di dalam amalan-amalan beragama kita menepati sebagaimana yang ditunjuk-ajarkan oleh beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam?

Di dalam merealisasikan slogan “Cinta Nabi (Muhammad Shallallahu ‘alaihiwa Sallam)” apa yang paling penting adalah dengan melihat kembali diri-diri kita adakah kita telah benar-benar mengikuti Sunnahnya. Sejauh manakah sunnah-sunnahnya yang diberikan kepada kita telah kita hayati dan amalkan dengan sebaik-baiknya.

Maka, dengan ini apa yang pertama-tamanya lagi priority supaya sewajarnyalah kita sentiasa menyemak bagaimana kita bertauhid, apakah telah benar sebagaimana Nabi kita mengajarkannya. Kerana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (maksudnya):

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul kepada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut”.” (Surah an-Nahl, 16: 36)

Berkenaan dengan ayat ini, Imam Ibnu Katsir rahimahullah di dalam tafsirnya menjelaskan:

“Allah sentiasa mengutus para Rasul kepada manusia dengan membawa seruan (ajakan) itu semenjak mula munculnya kemusyrikan (syirik) pada anak cucu Adam ‘alaihis Salam, iaitu di era Nabi Nuh ‘alaihis Salam yang Allah mengutusnya kepada mereka. Dan beliau adalah Rasul pertama yang Allah utus kepada penduduk bumi sehinggalah Dia menutup para Nabi dan Rasul dengan mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada jin dan manusia. Sama ada yang berada di bumi bahagian barat, atau pun yang berada di timur.

Dan setiap Rasul mempunyai tugas yang sama, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala (maksudnya):

“Dan Kami tidak mengutuskan seorang Rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahawasanya tidak ada Ilah (Tuhan yang berhak disembah dengan benar – pen.) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (Surah al-Anbiya’, 21: 25)” (Rujuk Tafsir Ibnu Katsir)

Maka, dengan itu hendaklah kita istiqomah di dalam bertauhid sebagaimana yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, sekaligus menjauhi pelbagai jenis penyimpangannya dan menghindari kesyirikan yang banyak berleluasa. Dengan sebab itu juga, penekanan haruslah ditumpukan dalam persoalan ini yang merupakan tujuan utama beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam diutuskan kepada kita semua.

Setelah memenuhi dan memahami tuntutan-tuntutan tauhid, seterusnya ia akan membawa kita supaya sentiasa mengambil dan melaksanakan Sunnah-sunnah beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam di dalam setiap aspek kehidupan. Di dalam mengamalkan sunnah, hendaklah kita berhati-hati dari berlebih-lebihan terhadapnya iaitu dengan tidak menokok tambah dan mengubahsuai sunnah tersebut. Hendaklah kita mengamalkan agama ini sebagaimana yang diperintahkan dan diajarkan olehnya. Termasuk di dalam rangkuman Sunnah, hendaklah kita meninggalkan apa yang ditinggalkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Di dalam kaedah ushul fiqh, terdapat suatu kaedah sebagaimana berikut,

“Perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam meninggalkan sesuatu perbuatan di dalam keadaan wujudnya keperluan terhadap perkara tersebut dan tiadanya halangan (melakukannya), ia di sini menunjukkan meninggalkan perbuatan tersebut adalah sunnah dan melakukannya adalah bid’ah”. (Min Usul al-Fiqh Inda ahlil Hadis, 1/82)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengingatkan dengan sabdanya:

"Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah Kitabullah (al-Qur’an), sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad (Shallallahu ‘alaihi wa Sallam), seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan (di dalam urusan agama), setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap perkara yang bidaah adalah sesat." (Hadis riwayat Muslim)

Apabila kita telah memahami sesuatu itu adalah sunnah dan kebenaran, hendaklah kita berusaha untuk mengamalkannya sekaligus menyampaikannya kepada yang lain.

Ini adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

“Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal soleh dan saling nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (Surah al-‘Ashr, 103: 2-3)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda:

“Hendaklah orang yang yang hadir (pada hari ini) menyampaikan (sunnahku) kepada mereka yang tidak hadir.” (Hadis Riwayat al-Bukhari)

“Kamu semua hendaklah sampaikan apa yang diambil daripadaku walaupun satu ayat.” (Hadis Riwayat al-Bukhari)

Perbuatan menyebarkan dan menyampaikan sunnah ini adalah bertujuan meneruskan kelangsungan sesebuah sunnah itu sendiri sekaligus bagi menyebar-luaskan sebuah hakikat kebenaran. Sekiranya, dakwah tidak dilaksanakan bagi menyampaikan sunnah-sunnah Nabi ini, niscaya akan berleluasalah kejahilan dan sunnah akan mati, lalu akan digantikan dengan perlbagai jenis bid’ah dan kesesatan.

Selain dari menyampaikan sunnah-sunnah Nabi yang benar, hendaklah kita sentiasa memperbanyakkan selawat ke atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sebagaimana yang dituntut oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui firmannya (maksudnya):

“Wahai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Surah al-Ahzaab, 33: 56)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, daripada Abu Umamah al-Bahily: “Barangsiapa di antara kamu yang paling banyak berselawat kepadaku maka dialah yang paling dekat kedudukannya denganku.” (Hadis Riwayat al-Baihaqi)

Telah pun disebutkan sebelumnya, bahawa berselawat ke atas Nabi adalah sebagaimana yang ditunjuk-ajarkan oleh beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sendiri berdasarkan riwayat-riwayat hadis yang sahih. Dan hendaklah kita tidak melaksanakan selawat dengan tatacara yang menyanggahi petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, iaitu dengan mengambil lafaz selawat sebagaimana yang terdapat di dalam hadis-hadis yang sahih, tidak menjadikannya sebagai bahan untuk nyanyian, dan dengan tidak menokok tambahnya. Ini adalah kerana selawat itu sendiri adalah perbuatan ibadah yang tidak dapat dilakukan melainkan dengan adanya dalil yang menunjukkan bagaimana ianya harus dilaksanakan.

Selanjutnya, hendaklah kita sentiasa membenarkan apa sahaja yang dibenarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Segala apa yang sahih disampaikan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam hendaklah kita mengimaninya, membenarkannya dan mentaatinya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (maksudnya):

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (Surah an-Nisa’, 4: 65)

Setelah kita memahami bahawa wajibnya menuruti segala apa yang datangnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, hendaklah kita meninggalkan apa sahaja yang dilarang oleh beliau, meninggalkan dan membenci apa sahaja yang dibenci oleh beliau, dengan itu juga hendaklah kita menyayangi apa sahaja yang beliau sayangi dan mencintai apa sahaja yang beliau cintai.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (maksudnya):

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (Surah al-Hasyr, 59: 7)

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (Surah al-Ahzaab, 33: 36)

Diriwayatkan di dalam hadis-hadis yang sahih bahawa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan supaya menyayangi dan mencintai orang-orang yang beriman (mukmin) dan orang-orang yang membela agama Allah. Iaitu bermula dari kalangan para sahabat radhiyallahu ‘anhum.

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala turut menjelaskan supaya kita sentiasa berkasih sayang terhdap orang-orang yang beriman dan tidak berkasih sayang terhadap orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya.

“Kamu tidak akan mendapati kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapa-bapa, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah redha terhadap mereka, dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahawa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (Surah al-Mujadilah, 58: 22)

Secara umumnya, demikianlah beberapa langkah awal bagi melahirkan dan mendidik diri di dalam mencintai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Hendaklah kita berusaha bersungguh-sungguh untuk mendalami ilmu pengetahuan terhadap Sunnah-sunnah beliau dan agama yang telah sempurna ini. Dengan ilmu tersebut, insyaAllah akan menjadi bekalan di dalam menegakkan syi’ar agama Islam yang sebenar sebagaimana yang diwariskan oleh beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada kita. Dengan ilmu itu juga akan mengangkat darjat kita membezakan dengan kaum yang beragama tanpa ilmu. Sekaligus mampu membimbing kita sentiasa di atas jalan yang haq, mencintai Nabi sebagaimana yang selayaknya dan meninggalkan perbuatan mencintai Nabi dengan cara yang tidak selayaknya.

Hanya dengan agama yang didirikan/ditegakkan di atas prinsip-prinsip yang betul, maka ia akan diberikan kejayaan dengan mendapat pertolongan Allah. Maka, hendaklah kita menegakkan agama Allah ini dengan kebenaran dan tidak menegakkannya dengan kepalsuan (bid’ah).

“Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, nescaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menyesatkan amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah kerana sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (al-Qur’an) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” (Surah Muhammad, 47: 7)

Wallahu a’lam...
DICATAT OLEH BROTHER NAWAWI
LABEL: TARBIYAH

Mutiara Nasihat Luqman al-Hakim Di Dalam al-Qur’an

Mutiara Nasihat Luqman al-Hakim Di Dalam al-Qur’an

http://an-nawawi.blogspot.com

Luqman, sebuah nama besar yang tercatat di dalam kitab suci al-Qur’an. Menamai sebuah surah yang terkandung di dalamnya sebanyak tiga puluh empat (34) ayat. Yang di dalam surah tersebut terkandung beberapa untaian nasihat yang begitu utama lagi agung.

Siapakah Luqman?

Majoriti ulama menjelaskan bahawa beliau adalah seorang hamba Allah yang soleh dan kuat beribadah. Beberapa riwayat turut menjelaskan bahawa beliau adalah seorang yang memiliki tubuh fizikal yang sasa dan kuat. Dia merupakan seorang hamba berketurunan Habsyi. Di dalam al-Qur’an (31: 12), Allah menjelaskan bahawa beliau adalah di antara hamba-Nya yang diberikan hikmah.

Hikmah di sini membawa maksud kepada kefahaman yang mendalam dan ilmu yang begitu luas serta cara penyampaian yang begitu baik. (Rujuk Tafsir Ibnu Katsir)

1 - Syirik Sebagai Sebesar-besar Kezaliman

Allah berfirman (maksudnya):

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di ketika beliau memberi pelajaran kepadanya: “Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (mensyirikkan) Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.” (Surah Luqman, 31: 13)

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan bahawa Luqman adalah insan yang sangat terpuji dan Allah telah menganugerahkan hikmah kepadanya. Yang kemudiannyanya Allah menyatakan pula bahawa dia memberi pelajaran untuk anaknya yang merupakan manusia yang paling beliau sayangi serta paling berhak mendapat didikan darinya yang dengannya beliau memberi beberapa untaian nasihat yang sangat penting.

Maka, nasihat yang paling utama yang beliau sampaikan untuk anaknya adalah berupa nasihat supaya mentauhidkan Allah dengan menjauhi segala bentuk kesyirikan. Beliau menjelaskan bahawa betapa syirik adalah suatu perbuatan yang merupakan sebesar-besar kezaliman.

Ini adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam firman-Nya (mkaksudnya):

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi sesiapa yang dikehendaki-Nya, dan sesiapa yang mempersekutukan Allah, maka sesungguhnya dia telah melakukan dosa yang besar.” (Surah an-Nisaa’, 4: 48)

Di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahawa dosa syirik adalah sebuah dosa yang tidak terampunkan. Sekiranya manusia itu mati sebelum sempat bertaubat dari perbuatan syiriknya, maka tiada ruang baginya untuk diampuni. Berbeza dengan dosa-dosa yang selainnya, di mana Allah masih memberi ruang kepada pelakunya diampuni.

2 - Berbuat Baik Kepada Kedua Ibu Bapa

Setelah menasihati kepada anaknya supaya menjauhi perbuatan syirik, beliau menasihati anaknya agar sentiasa berbuat kebaikan dan berbakti kepada kedua ibu bapa. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (maksudnya):

“Dan Kami perintahkan kepada manusia berbuat kebaikan kepada dua orang ibu-bapanya; di mana ibunya telah mengandungkannya dalam keadaan lemah yang ter-amat, dan menyapihnya (mencerai susu) dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapamu, hanya kepada-Kulah tempat engkau dikembalikan.” (Surah Luqman, 31: 14)

Di dalam ayat yang lain, Allah turut menjelaskan perkara yang sama iaitu supaya menjauhi kesyirikan sekaligus memerintahkan agar sentiasa berbuat kebaikan kepada kedua ibu bapa sebagaimana berikut:

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapa.” (Surah al-Isra’, 17: 23)

Dan Allah juga memerintahkan supaya anak-anak sentiasa mendoakan kebaikan buat ibu bapanya di dalam ayat seterusnya (maksudnya):

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah (doakanlah): “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku sewaktu kecil”.” (Surah al-Isra’, 17: 24)

Berdasarkan ayat 14 dari Surah Luqman tersebut, Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan di dalam tafsirnya bahawa Allah sengaja menyebutkan perjuangan dan pengorbanan seseorang ibu di dalam mengurus anaknya. Penderitaan dan pengorbanan seseorang ibu dalam melindungi anaknya adalah di antaranya seperti tidak boleh tidur dengan selesa di setiap siang dan malam (bertujuan menyusuinya dan menjaganya – pen.), ini adalah semata-mata mahu memberi penjelasan betapa besarnya jasa seseorang ibu. (Rujuk Tafsir Ibnu Katsir)

Walaupun begitu, persoalan tauhid tetap adalah sebuah keutamaan dan memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Allah memerintahkan supaya kita tidak mengikuti kehendak ibu bapa kita sekiranya dia meminta kita berlaku syirik kepada Allah. Cumanya, perhubungan dengan keduanya tetap perlu dijaga dengan sebaik mungkin. Ini adalah sebagaimana yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala jelaskan bahawa (maksudnya):

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan (mensyirikkan) terhadap Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan layanilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku-lah tempat kembalimu, maka Ku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Surah Luqman, 31: 15)

Dari sini juga, ayat ini turut menjelaskan betapa tingginya akhlak seseorang muslim itu terhadap kedua ibu bapanya biar pun mereka mengajak kepada perbuatan yang tidak baik. Dalam keadaan seperti itu, Allah tetap memerintahkan supaya setiap anak menjaga hubungan kepada kedua ibu bapanya dengan sebaik mungkin. Iaitu dengan mencerminkan akhlak seorang muslim sejati yang taat di dalam bertauhid. Di mana di antara hikmahnya adalah ia mampu melahirkan rasa tertarik sang ibu dan ayah dengan keindahan Islam itu sendiri.

3 - Kekuasaan Allah Dan Hari Perhitungan

(Luqman berkata): “Wahai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui”.” (Qs. Luqman, 31: 16)

Pada ayat ke-16 dari surah Luqman, Allah menjelaskan bahawa Luqman kembali memberikan nasihat kepada anaknya berkenaan dengan persoalan tauhid, bahawa sekecil apa pun perbuatan seseorang, sama ada berupa ketaatan mahu pun kemaksiatan, pasti Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalasnya. Perbuatan baik, maka balasannya juga baik. Jika perbuatan tersebut buruk, maka balasan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala juga demikian. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman (maksudnya):

“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang sedikit pun, dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)-nya, dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan. (Surah al-Anbiya’, 21: 47)

Maka, tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari pandangan Allah ‘Azza wa Jalla. Oleh kerana itu, di akhir ayat 16 surah Luqman ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (mejelaskan):

“... Sesungguhnya Allah Maha Halus (teliti) lagi Maha Mengetahui.”

4 - Perintah Menegakkan Solat, Menegakkan Kebenaran, Dan Bersabar Dengan Musibah

Allah Subhanahahu wa Ta’ala berfirman (maksudnya):

(Luqman berkata) “Wahai anakku, dirikanlah solat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang diwajibkan (oleh Allah).” (Surah Luqman, 31: 17)

Allah menjelaskan bahawa Luqman memerintahkan anaknya supaya mengerjakan solat yang mana solat adalah merupakan ibadah yang paling utama bagi seseorang muslim. Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan di dalam tafsirnya bahawa perintah Luqman supaya anaknya menegakkan solat tersebut adalah dengan melaksanakannya dengan seluruh tatacaranya (sebagaimana solat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam – pen.), rukun-rukunnya, dan waktu-waktu yang telah ditetapkannya. (Rujuk Tafsir Ibnu Katsir)

Berkenaan penekanan solat dan pendidikan mengenainya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah berpesan kepada kita (maksudnya):

“Perintahkan anak-anak kamu untuk melakukan solat bermula ketika mereka mencapai umur tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika tidak mahu melakukan solat) ketika berumur sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka.” (Hadis Riwayat Abu Daud. Lihat Shahihul Jami’, no. 5868)

Selanjutnya, beliau memerintahkan anaknya supaya melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar (menegakkan kebenaran dan menghapuskan kemungkaran). Perlaksanaan ini sebenarnya membawa seseorang agar mengetahui perkara-perkara yang ma’ruf (baik) dan yang mungkar. Sekaligus, dalam menegakkannya akan membawa pelakunya supaya sentiasa melazimi sifat sabar. Dari sini, ia turut menzahirkan bahawa perbuatan amar ma’ruf nahi mungkar ini agak berat untuk dilaksanakan dan menuntut kesabaran serta kefahaman yang tinggi.

5 - Tidak Sombong, Angkuh, dan Membanggakan Diri

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (maksudnya):

(Luqman berkata) “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (kerana sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Surah Luqman, 31: 18)

Dari sini, maksudnya adalah supaya jangan kita memalaingkan wajah dari seseorang di ketika sedang berbicara dengannya, atau di ketika mereka sedang berbicara dengan kita, sehingga ia menampakkan kesombongan dan keangkuhan. Tetapi yang sewajarnya adalah kita diperintahkan supaya sentiasa merendahkan diri/hati, serta sentiasa menampakkan wajah yang mesra/ramah terhadap mereka. (rujuk Tafsir Ibnu Katsir)

Di dalam ayat yang lain, Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman:

“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, kerana sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (Surah al-Isra, 17: 37)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

“Tidak (akan) masuk Syurga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walau pun sekecil zarah”. (Kemudian) ada seseorang yang berkata: “Sesungguhnya seseorang senang jika bajunya bagus dan kasutnya baik,” (maka) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah itu indah, dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain”. (Hadis Riwayat Muslim)

Di dalam hadis yang lain, dari hadis Haritsah bin Wahb al-Khuza’i radhiallahu ‘anhu, beliau mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

“... Mahukah aku beritahu kamu, siapakah penghuni neraka?” Mereka menjawab: “Tentu”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Setiap orang yang kasar, tamak haloba, dan yang sombong”. (Hadis Riwayat Muslim)

6 - Bersederhana Ketika Berjalan Dan Lembutkan Suara

“Dan bersederhanalah kamu dalam berjalan serta lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keldai.” (Surah Luqman, 31: 19)

Luqman menasihati anaknya supaya bersifat tawadhu’ (rendah hati), tenang, tidak tergesa-gesa dan tidak terlalu lambat dalam berjalan. Dia juga menasihati anaknya supaya tidak berlebih-lebihan dalam berbicara, dan tidak meninggikan suara untuk sesuatu yang tidak ada manfaatnya di dalam apa jua perbualan/bicara. Sehinggakan di sini beliau mengambil perumpamaan bagi suara yang buruk adalah seperti suara keldai.

Seburuk-buruk perumpamaan bagi orang yang meninggikan suaranya di ketika berbicara adalah seperti keldai ketika bersuara. Dan adalah suara seperti ini sangat-sangat dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Penutup

Nasihat-nasihat Luqman yang dibawakan di atas tadi adalah sangat bermanfaat dan berguna. Sehingga ianya dirakamkan di dalam kitab suci al-Qur’an al-‘Azim. Ada beberapa hikmah dan nasihat-nasihat lain yang baik yang cukup banyak selain apa yang telah dibawakan. Namun, cukuplah dulu dengan beberapa nasihat yang utama di atas untuk sama-sama kita renungi dan mengambil pengajaran darinya.

Wallahu a’lam...
DICATAT OLEH BROTHER NAWAWI DI 10:56 0 ULASAN
LABEL: TARBIYAH